KIAT- KIAT MENGHADAPI ANAK MOGOK SEKOLAH
Jum'at, 1 September 2017

�Aku tidak mau sekolah! Aku tidak suka sekolah!� teriak Bagas sambil menangis meraung di depan pintu gerbang sekolah. Tampak sang ibu dan guru sekolahnya sedang mencoba membujuk. Menurut ibunya, sudah sebulan ini Bagas menolak untuk pergi ke sekolah, perlu dibujuk dengan amat susah payah dulu agar dia mau.  Itu pun terkadang di tengah hari, Bagas minta pulang. Perilaku yang ditunjukkan Bagas dikenal dengan istilah school refusal atau mogok sekolah.
 

Anak-anak yang mogok sekolah adalah anak-anak yang menolak untuk hadir di kelas atau sulit untuk tinggal seharian di sekolah mengikuti seluruh pelajaran. Ini termasuk pula anak-anak yang setiap pagi menolak sekolah tapi akhirnya mau juga sekolah; anak-anak yang datang ke sekolah tapi hanya setengah hari lalu pulang dan anak-anak yang menolak sekolah lalu tidak masuk sekolah sama sekali (Kearney, 1995, 2001).

Mogok sekolah terjadi secara berimbang antara anak laki-laki dan perempuan. Biasanya terjadi pada usia 5 - 13 tahun, tapi bisa dimulai di usia sebelumnya (Mash & Wolfe, 2005; Berk, 2002). Mogok sekolah biasanya muncul setelah liburan panjang, sakit lama atau setelah kejadian yang membuat anak tertekan seperti kematian, perceraian orangtua atau pindah rumah. Anak yang mogok sekolah sering mengeluh sakit ketika bangun pagi menjelang ke sekolah: sakit kepala, perut, gangguan pada tenggorokan. Tetapi sakitnya hilang ketika mereka boleh tinggal di rumah dan kembali sakit lagi keesokan harinya menjelang ke sekolah. Kecemasan yang kurang realistis juga menghantui anak-anak ini, mereka cemas akan keselamatan orangtua dan diri mereka sendiri, takut sendirian, takut gelap, sulit tidur dan sering mimpi buruk.

Kenali tanda-tanda mogok sekolah sejak dini, diantaranya:
-  Menolak untuk berangkat ke sekolah dengan berbagai macam alasan. 
-  Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang dengan cara  Menunjukkan    ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.
-  Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan perilaku tantrum seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dan sebagainya) ataupun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya dengan perasaan benci sekolah.
-  Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau batuk-batuk.

Kebanyakan anak-anak yang mengalami mogok sekolah justru memiliki tingkat kecerdasan rata-rata ke atas. Perilaku mogok sekolah mereka tidak berkaitan dengan kesulitan akademis atau kesulitan memahami pelajaran karena sebenarnya mereka adalah anak-anak yang cukup cerdas. Jadi apa penyebabnya? Dari kasus-kasus yang ditemui, berikut beberapa faktor yang menjadi latar belakang anak mogok sekolah:

 Separation anxiety  atau kecemasan karena takut berpisah dari orangtua akibat sangat bergantung pada mereka, biasanya pada ibu.
 Takut kehilangan salah satu orangtua atau takut salah satu orangtua pergi ketika anak berada di sekolah. Biasanya ini dialami anak-anak yang orangtuanya sakit keras atau tengah dalam proses perceraian.
 Lingkungan baru: sekolah baru atau rumah baru.
 Kecemburuan terhadap adik/kakak. Ketika dia tidak sekolah dan boleh tinggal di rumah, maka dia punya kesempatan untuk �memiliki� ayah/ibunya seorang diri tanpa ada adik/kakak yang kebetulan sedang sekolah.
 Masalah di sekolah: diintimidasi teman, tidak punya teman, tidak cocok dengan guru, takut dinilai, takut gagal, takut dipermalukan.
 Ketrampilan sosialisasi anak yang kurang berkembang sehingga menghambat proses adaptasinya di sekolah.
 Tuntutan akademis berlebihan yang dirasakan anak sebagai tekanan yang membuatnya tidak menikmati sekolah.
 Akitivitas yang terlalu padat misalnya terlalu banyak les sehingga membuat anak lelah serta jenuh dan akhirnya mogok dari semua aktivitasnya termasuk sekolah.
 Aksi protes. Anak memilih cara ini untuk menyampaikan protesnya tentang sesuatu yang kurang berkenan baginya, misalnya orangtua terlalu sibuk bekerja sehingga anak merasa kurang diperhatikan.

Mogok sekolah tidak bisa dianggap remeh dan perlu penanganan serius. Tujuan penanganan yang utama adalah segera mengembalikan anak ke sekolah. Semakin lama tidak sekolah, semakin sulit untuk kembali. Jenis penanganan yang bisa dilakukan bermacam-macam tergantung dari tingkat keparahan dan sumber masalahnya. Ada anak yang sampai memerlukan terapi/konseling oleh psikolog/psikiater anak tapi ada juga yang cukup dengan modifikasi perilaku dan kerjasama yang kompak antara orangtua dan sekolah. Contoh sederhana dari modifikasi perilaku adalah anak diberi satu poin setiap kali dia pergi ke sekolah dan ketika poin sudah terkumpul dalam jumlah tertentu, dia bisa menukarkannya dengan sesuatu yang ia sukai. Hal-hal lain yang dapat dilakukan orangtua di rumah, antara lain:
-  Tekankan pentingnya sekolah dan ceritakan hal-hal  positif serta menyenangkan tentang sekolah.
-  Periksakan masalah kesehatan anak untuk memastikan memang benar-benar tidak ada gangguan kesehatan sebagaimana yang dikeluhkan anak.
-  Bekerjasama dengan pihak sekolah. Peran guru diharapkan dapat siap dengan kembalinya anak, memberi penghargaan positif, akomodasi dalam hal akademis, sosial dan emosi. Dalam beberapa kasus, kunjungan guru ke rumah anak (home visit) dapat juga sangat membantu anak agar mau kembali ke sekolah.
-  Lepaskan anak secara bertahap. Tidak jadi masalah jika ia mau belajar di perpustakaan dulu dan masih menolak masuk kelas. Yang terpenting adalah dia mau berangkat dan berada di sekolah. Negosiasikan dengan anak situasi mana yang nyaman baginya di sekolah.
-  Usahakan rutinitas bersiap dan berangkat ke sekolah setiap pagi tetap ada meskipun misalnya anak tidak mau pakai seragam atau hanya mau bermain di halaman sekolah saja. Dengan tetap rutin berangkat ke sekolah dan berada di sekolah, diharapkan anak tetap melihat aktivitas di sekolah sehingga menggugah minatnya untuk kembali terlibat.
-  Tingkatkan terus kemandirian anak di rumah sesuai dengan kemampuan anak seusianya. Semakin mandiri, anak semakin dapat mengandalkan dirinya dalam menghadapi masalah sehingga tidak mudah �mogok� setiap kali menemui tantangan.
-  Tingkatkan ketrampilan sosialisasi anak dengan memperbanyak kesempatan baginya untuk berinteraksi dengan anak-anak lain seusianya. Ciptakan playdate secara rutin dengan teman-teman sekolahnya.


Namun yang terpenting adalah orang tua tetap tenang menghadapi masalah anak mogok sekolah karena hal tersebut akan memberi rasa percaya diri anak bahwa ia, dengan dukungan orang tua,  akhirnya akan dapat menanggulangi masalah ini.

 

************

Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, Psi.

Referensi:
1. Eric J. Mash & David A. Wolfe, Abnormal Child Psychology, Wadsworth � Thomson Learning Inc., 2005
2. Laura E. Berk, Infants, Children & Adolescents, Allyn & Bacon, 2002.
3. Stephen W. Garber, Ph.D, et al, Good Behavior Made Easy, Great Pond Publishing Ltd., 1992.
4. www.healthline.com